KRONOLOGIS HAK WARIS
H A R T A P E N I N G G A L A N
NJIMAS ENTJEH SITI AMINAH (OSAH) JHV. BLOOMESTEIN
N V. BLOOMKRING
Serangkaian Peristiwa atas fakta sejarah Harta Peninggalan
Njimas Entjeh Siti Aminah ( Osah ) alias Justina Reigent John Hendry Van Bloomestein / NV. BLOOMKRING (Maatschappij Tot Exploitatic Van Voonhuizen), hingga ke M. FATKHI ESMAR selaku Ahli Waris yang Syah berdasarkan Ketetapan Pengadilan.
dari sudut pandang hukum
A. Data Diri Penerima : Hak Waris ( Sekarang )
Nama Lengkap : Muhamad Fatkhi Esmar bin M. Said Khalil
Tempat/Tgl lahir : Brebes, 6 September 1969
Alamat Terakhir : Kamp. Cinungku Rt 04/06 Desa Palasari, Kecamatan Jalan Cagak
Subang – Jawa Barat.
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : S 2 (Strata 2) Ilmu Hukum
Nama Bapak : M. Said bin H. Khalil (Alm)
Nama Ibu : Marinah binti H. Zainal Asikin (Alm)
Keterangan : Muhamad Fatkhi Esmar adalah Penerima Harta Warisan Njimas Entjeh
Dari H. Zainal Asikin yang merupakan Kakek dari Ibu yang bersangkutan, berdasarkan
Ketetapan Pengadilan.
Disisi yang lain Muhamad Fatkhi Esmar juga melalui Penetapan Pengadilan telah
Diangkat sebagai Anak sekaligus Ahli Waris oleh Njimas Minah alias Mimi binti Wirja
Alias Ija binti Mastakarama. ( Selaku saudari menyamping dari Njimas Entjeh S Aminah
dan M. Fatkhi Esmar dikenal dengan sebutan si Bungsu).
B. Data Diri Kakek dan Nenek ( dari Ibu )
Nama Kakek : H. Zainal Asikin bin H. Arifin (Alm)
Nama Nenek : Hjh. Rohimah (Alm)
Keterangan : H. Zainal Asikin adalah sebagai Penerima Harta Warisan berdasarkan
Surat Wasiat dari H. Arifin yang merupakan Bapak dari ybs. selanjtnya menyerahkannya
kepada Muhamad Fatkhi Esmar selaku cucu lelaki dari anak satu satunya, berdasarkan
Surat Wasiat.
C. Data Diri Orang Tua dari H. Zainal Asikin
Nama Bapak : H. Arifin (Alm)
Nama Ibu Kandung: Hj. Fatimah (Alm)
Nama Ibu Tiri : Hj. Mardiah (Alm)
Keterangan : H. Arifin adalah sebagai Penerima Harta Warisan berdasarkan Surat
Wasiat (Testament) dari Njimas Entjeh Siti Aminah dengan disaksikan oleh John H Van
Bloomestein yang menjadi anak satu satunya ( anak angkat ), karena tidak dikaruniai
Anak dari hasil perkawinannya. Selanjutnya menyerahkan Harta Warisan tersebut
kepada H. Zainal Asikin selaku anak lelakinya, berdasarkan Surat Wasiat)
D. Data Pribadi Njimas Entjeh Siti Aminah
Nama Lengkap : Njimas Entjeh Siti Aminah (Alm)
Nama Panggilan : Osah ( Masa kecil )
Nama Babtis (+) : Mevrau Justina Reigent JHV Bloomestein
Tempat Kelahiran : Kamp. Cihanjuang, Kabupaten Bandung
Tanggal Lahir : 15 November 1875
P r o f e s i : Komisaris Tunggal / Pemilik NV. Bloomkring
Nama Bapak : Mastakarama (Alm)
Nama Ibu : Njimas Enam (Alm)
E. Data Perkawinan Njimas Entjeh Siti Aminah
Menikah di Kota : Pekalongan – Jawa Tengah’
Tanggal : 9 Oktober 1901
Terdaftar di : Kantor Catatan Sipil Pekalongan, Nomor 10 / 1901. Dan tercatat pula
Pada Micrichip Data, di ARNAS yang merupakan Arsip Nasional
Belanda dan dapat dilihat pada A N R I ( Arsip Nasional Republik
Indonesia )
Nama Suami : John Hendry Van Bloomestein
Profesi Suami : Gubernur Jendral Belanda ( Masa Pendudukan Belanda di Indonesia )
Dikenal sebagai Ahli di Bidang Perkebunan dan Pertanian.
Status saat itu : D u d a
Nama Istri lama : Mevrau Carlotte, dengan membuahkan anak 3 (tiga) orang
Anak Pertama : Marie Van Bloomestein, Lahir tanggal 5 July 1892di Pekalongan
Meninggal tanggal 6 July 1977 di Kota Haarleem Nederland.
Anak Kedua : Lilie Van Bloomestein, Lahir tanggal 5 Maret 1897, Meninggal
Tanggal 4 September 1979 di Kota Haarleem Nederland
Anak Ketiga : Ing. Otto Van Bloomestein, Lahir di Bandung pada tanggal
3 Desember 1902 dan Meninggal 12 Oktober 1989 di Wasennar
Nederland.
Sementara dari hasil pernikahannya Njimas Entjeh dengan J H V. Bloomestein, tidak
dikaruniai anak, maka mengangkat H. Aripin sebagai anak, sekaligus yang mendapatkan kepercayaan penuh dalam mengurus segala Aset Lahan maupun administrasi dokumen Kepemilikan.
F. Njimas Entjeh Siti Aminah sebagai WNI Asli Pribumi yang terlahir dari lingkungan
Masyarakat majemuk saat itu, dengan buah binaan Mastakarama dan Njimas Enam sebagai
orang tua berdarah Bangsawan menjelma sebagai Wanita Sejati yang Cerdas, Cakap,
Cantik, Tangguh, Berkepribadian dan Berjiwa Sosial yang begitu tinggi, sehingga
menarik hati JHV Bloomestein seorang Dermawan dan Pejabat Gubernur Jendral Belanda
yang saat itu seorang Duda, sekaligus sebagai Ahli di Bidang Pertanian dan Perkebunan.
Dengan latar belakang Potensi Diri dan Kepribadian keduanya, dirintislah sebuah usaha
yang memiliki Dimensi Ekonomi juga Sosial, akhirnya pada tahun 1936 diwujudkanlah
sebuah Perusahaan yang bernama NV. Bloomkring.
G. Jiwa keesederhanaan Njimas Entjeh selama 25 tahun lamanya dan dukungan penuh dari
penghasilan suami sebagai seorang Gubernur Jendral, terkumpulah modal usaha yang cukup
besar untuk membangun NV. Bloomkring yang berkecimpung di bidang Agrobisnis,
dengan orientasi terutama pada pemanfaatan Tanah Negara yang belum / kurang / tidak
terurus. ( Sebagian besar dari lahan yang dimiliki )
Setelah satu tahun lamanya menyiapkan sumberdaya manusia dan sistem management
pengelolaan Perusahaan, pada tahun 1937 Njimas Entjeh mulai melakukan pembelian
tanah milik Negara ( Domein Vanden staat / Lands domein ) , dengan kriteria:
1. Di Kota :
- Lahan subur / sudah ada tanaman produktif.
Merupakan Tanah Negara yang dapat dibeli dengan Hak Kepemilikan
Eigendom atau disewa berdasar Opstal, Erfpacht dll. Selanjutnya untuk
dimanfaatkan masyarakat sekitar dalam rangka untuk meningkatkan taraf
hidupnya (Tujuan sosial dan investasi jangka panjang)
- Lahan kurang subur / terlantar.
Tanah Negara yang dapat dibeli dengan Hak Kepemilikan Eigendom
Atau disewa dengan Opstal, Erfpacht dll.
( Sebagai bentuk investasi jangka panjang ).
- Lahan dengan bangunan / kondisi termanfaatkan
Sebagai Aset milik Negara namun dapat dibeli oleh siapapun dengan
Hak Kepemilikan Eigendom. ( Sebagian ada yang disewakan kepada
pemakai dan untuk investasi jangka panjang )
- Lahan dengan bangunan / kondisi tidak termanfaatkan
Dengan bangunan yang sudah rusak dan terlantar, maka dapat dibeli oleh
siapapun dengan Hak Kepemilikan Eigendom ( Tujuan investasi jangka
panjang )
2. Di pinggir kota / Perkebunan :
- Lahan Subur / sudah ada tanaman produktif
Aset milik Negara dalam kondisi Lahan subur yang dapat dibeli dengan
Hak Kepemilikan Eigendom, atau disewa berdasarkan Opstal, Erfpacht,
dll ( secara langsung memperoleh keuntungan jangka pendek )
- Lahan Subur / dengan tanaman liar
Merupakan lahan subur terlantar milik negara yang dapat dibeli dengan
Hak Kepemilikan Eigendom, atau disewa secara Opstal, Erfpacht, dll
(Melalui pengelolaan awal untuk keuntungan jangka sedang dan panjang )
- Lahan Kurang / tidak subur
Sebagai Aset Negara yang memiliki potensi marginal sebagai
Wahana Cagar Alam, Pariwisata, tambang Pasir / hasil bumi yang
dapat dibeli oleh Perseorangan atau Badan Usaha dengan Hak
Kepemilikan Eigendom maupun sewa berupa Opstal, erfpacht dll
( Merupakan investasi untuk jangka menengah / panjang )
H. Serangkaian pembelian Aset lahan Milik Negara tersebut dilakukan dengan Dasar Hukum
yang tegas dan jelas . Hal tersebut dapat dibuktikan dengan :
1. Acta Van Eigendom / Akta Hak Milik
2. Grose Acta / Riwayat tanah / Asal usul tanah / Sejarah tanah
3. Meetbrief Van Net Parcel / Surat ukur
4. Omschrijving / Data uraian
5. Peta Eigendom
Pembelian atas Aset Negara tersebut telah didaftarkan kepada Pejabat yang berwenang
( Registration of title ) yaitu Pieter Cornelis Nelson sekaligus sebagai bentuk penyerahan status hukum kepemilikan yang syah ( yurische levering ), serah terima tersebut tercatat pada Microchip Data di A R N A S ( Arsip Nasional Belanda ) serta telah diumumkan melalui Lembaran Negara Belanda. Disamping itu Bukti Kepemilikan Kami, tercatat pula datanya pada Kantor Arsip Nasional Republik Indonesia ( A N RI ).
Sesuai dengan Hukum Barat, Eigendom adalah Hak Kepemilikan ( Eigenaar ) yang bersifat Absolut / Mutlak dan Paling / ‘Ter’ tinggi dibandingkan dengan Hak lainnya, artinya sebagai bentuk penguasaan hak secara penuh ( bezitter ). Dalam hal ini Hak Eigendom berbeda dengan Hak lainnya karena memiliki keistimewaan sebagai sebuah hak bersifat pertuanan ( land heerlijke rechten ), Sehingga apabila ada Pihak yang mengunakan / memanfaatkan atas Lahan dimaksud dengan tanpa seizin Pemiliknya, maka ybs. dikenai sanksi pidana dengan hukuman cukup berat. Apalagi bila sampai meng’klaim’ sebagai miliknya. Mengingat Hukum barat dilaksanakan secara (benar benar) murni dan konsekuen serta tanpa mengenal kompromi dan Negara sebagai Police State yaitu bertugas untuk secara penuh melindungi jiwa dan kekayaan warganya.
Coba bandingkan dengan pelaksanaan / penerapan hukum kita =
sebagai upaya untuk membenahi sikap mental
para pelaku pertanahan di Negeri ini.
I. Sesudah zaman Kemerdekaan nuansa anti penjajahan menjadi wacana yang sangat menarik diperbincangkan, termasuk produk hukum ala kolonial, tanpa kecuali pada wilayah hukum Pertanahan, usaha untuk menyusun Peraturan Perundangan pun menjadi target para Pengambil Kebijakan, namun senantiasa mengalami hambatan pada tahap pembahasan, mengingat terbentuknya aneka opini dari banyaknya partai, asumsi-asumsi, silang pendapat sampai pada memperjuangkan majemuknya kepentingan kelompok masyarakat.
Keluarnya Ketentuan yang mengharuskan setiap Pemegang Hak Kepemilikan produk lama untuk membayar Pajak Hasil Bumi yang mulai diberlakukan tahun 1948 ( Sebagai bentuk Pengakuan Verponding Indonesia ) , maka Zainal Asikin selaku anak angkat juga sebagai Ahli Waris atas Harta Peninggalan Njimas Entjeh, senantiasa memenuhi segala Ketentuan tersebut ( Struk bukti masih ada dan lengkap ), betapapun besarnya biaya pajak tersebut tetap dibayar sesuai luasnya lahan yang dimiliki.
Nasionalisme Sejati di bidang Pertanahan ditunjukan oleh seorang Zainal Asikin;
Tiada mengenal kata ‘t I d a k’ untuk tetap mengikuti
ketentuan Undang Undang yang berlaku.
J. Gugurnya rumusan perundangan menjadi fenomena alamiah sebagai negara yang baru keluar dari belenggu penjajahan, sampailah disahkannya Undang Undang Nomor 1 Tahun 1958 yang berisi Penghapusan Tanah Partikelir dengan Pemberian Ganti Rugi dari Negara kepada setiap Pemilik Hak Barat yang terkena ketentuan tersebut yaitu yang memiliki tanah / lahan lebih dari 10 bau.
Namun upaya Zainal Asikin untuk t e t a p mendapatkan legistimasi pada Pemegang Otoritas Pertanahan Negara yakni Dirjen Agraria memperoleh sambutan positif dengan Diharuskannya membayar Kompensasi / Ganti Rugi kepada Negara berdasarkan luasnya lahan yang dimiliki, berupa Kikitir Padjeg Boemi ( DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten ), Pethuk / Petok Padjeg Boemi ( Jawa Tengah dan Jawa Timur ), Grant ( Sumatera dan Sulawesi ) dll. Persyaratan lainpun kami lakukan dengan mendaftarkan ( Penegasan ) atas Ketentuan baru tersebut pada Kadaster (Kantor Pendaftaran Tanah) sebagai Institusi yang berwenang dalam Pendaftaran atas Hak Kepemilikan Tanah..
Secara yuridis formal dinyatakan sebagai bentuk ‘Konversi’ Hak Eigendom
atas tanah atau Pengesahan Hak Adat sebagai
H a k M i l i k.
Sejarah mencatat: Zaman Pemerintahan Ir. Soekarno, birokrasi nyaris tanpa fulus / politik
Uang, tanpa menggunakan bahasa lipstic sebagai propaganda politik mengelabuhi, Clean
Government menjadi corak Pemerintahan saat itu ( Sekedar untuk membandingkan Regiem
Orde Baru atau bahkan Para oknum birokrasi sekarang ini ), artinya Bukti Konversi atas
Hak Kepemilikan Kami terhadap lahan / tanah, M u r n i karena Kekuatan Hukum bukan U a n g.
Dirasakan Produk Undang2 ini bernuansa kompromistis dan terkesan terlalu dipaksakan sebagai jawaban atas tuntutan aktual di masyarakat setelah 13 th merdeka blm ada Peraturan pengganti peninggalan Kolonial termasuk diantaranya hak barat. Namun akibat UU nomor 1 ini, Pemerintah Soekarno hrs membayar mahal, yaitu Ganti rugi yg amat besar kpd para Pemegang Hak tanah partikelir, disisi yang lain fondamen Sumber Pendapatan Negara begitu minim, mengakibatkan keuangan negara tersedot habis, sehingga akhir tahun 1958 tercatat Negara(mulai)mengalami krisis keuangan yang tidak dapat dikendalikan lagi, inflasi melonjak sampai mencapai diatas 600 %, deregulasi kebijakan fiskal yang exploitatif terhadap dunia Usaha yang sesungguhnya dalam kondisi tidak kalah parahnya, devaluasi rupiah dalam setahun 4 kali, sampai pemotongan uang rupiah yang dirasakan kebijakan teramat mashgul dan naif, namun justru menuju jurang kehancuran perekonomian Negara dan wibawa Pemerintah jatuh pada titik terendah, akhirnya Regiem Militer Soeharto memanfaatkan momentum ini dalam mengambil alih Pemerintahan. Dengan demikian tampak jelas adanya korelasi linier bahwa Soekarno jatuh diawali dari pemaksaan dikeluarkannya Undang Undang Nomor 1 Tahun 1958 tersebut.
Dalam situasi keuangan Negara mengalami kesulitan luar biasa, sementara pemberlakuan Peraturan Perundangan memiliki dimensi politis begitu besar yang tetap harus dilaksanakan, maka Pemerintah Soekarno terpaksa mengambil jalan pragmatis, yaitu demi menyelamatkan Keuangan Negara untuk tetap berjalannya roda pemerintahan, Penghapusan tanah partikelir tidak diberlakukan secara penuh, artinya dibagian lain Pemerintah menghendaki Uang kompensasi kepada Negara dari pemilik tanah Partikelir, sebagai Kebijakan yang tidak dapat ditawar lagi. Akhirnya untuk di banyak objek lahan diminta kesadaran Pemilik tanah partikelir untuk membayar Kikitir / Pethok Padjeg Boemi / Grant Sultan, diantaranya adalah yang dimiliki Njimas Entjeh.
Kebijakan yang sesungguhnya memakan Undang Undang acuannya sering sekali dijumpai, di Era Pemerintahan Orde Baru, bahkan diawal pembentukan Pemerintahan nyapun mengeluarkan Undang Undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Kehutanan yang memberikan kesempatan kepada berbagai kalangan untuk Memperoleh Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH), akibat penerapan Kebijakan ini dalam waktu singkat: lebih dari 69 juta Ha lahan di 19 Propinsi dikuasai oleh 657 pemegang HPH, hal tersebut jelas berlawanan dengan tujuan dibuatnya UUPA yaitu mengikis konsentrasi kepemilikan tanah, namun kebijakan yang kontroversial ini uniknya menyatakan UUPA sebagai pijakan dari dibuatnya Undang Undang No 5 Tahun 1967 tersebut.
Produk dari Kebijakan Pemerintahan yang lalu / sebelumnya, apalagi dalam hal Pengesahan Hak Kepemilikan dan memiliki esensi Hak Azasi Manusia (HAM), sesuai dengan Undang Undang, adalah menjadi bagian dari tanggung jawab moral Pemerintahan sesudahnya. Oleh karena itu Bukti Kepemilikan yang lahir sebelum dan saat disyahkannya Undang Undang Pokok Agraria, sebagaimana Hak Kepemilikan Kami, bagaimanapun atas nama Keadilan harus mendapatkan Pembelaan dari Pemerintah dan segenap Warga Negara.
Karena dalam hal pelanggaran terhadap Hak Azasi Manusia maupun Hak Kepemilikan mendapat perhatian dan dapat diadukan kepada Komisi Hak Azasi Manusia Persatuan Bangsa Bangsa ( PBB ).
K. Tepat pada tanggal 24 September 1960 Undang - Undang Nomor 5 yang dikenal Undang
Undang Pokok Agraria ( U U P A ) disyahkan dan diberlakukan, yang merupakan produk
Peraturan Pertanahan paling monumental sejak Kemerdekaan Indonesia, hingga usianya
48 tahun sekarang ini masih relevan dan masih diakui keberadaannya.
Dalam materi Ketentuan Ketentuan Konversi UUPA Ayat 1 menyebutkan bahwa: “Hak
Eigendom atas tanah yang ada pada mulai berlakunya Undang Undang ini sejak saat
tersebut menjadi Hak Milik.
Secara .hukum Hak Eigendom diakui dan dilindungi sebagai Hak Milik yang ‘absyah’,
sementara Pasal 20 disebutkan: “ Hak Milik adalah Hak turun temurun, terkuat dan
terpadu yang dapat dipunyai orang atas tanah”. Hal ini merupakan bentuk yang konkrit atas jiwa dari Hak Milik yang memiliki nilai dan bobot ‘ter’ tinggi dibandingkan dengan Hak lainnya, maka penggunaan diatas lahan oleh bukan miliknya dibatasi dan diatur dengan Peraturan Perundangan, sesuai bunyi Pasal 24.
Dengan diberlakukannya UUPA ini, kepada siapapun termasuk dari seluruh instansi yang
terkait menjadi keharusan untuk berpijak pada Ketentuan ini, agar segala produk dari
Kebijakan yang dikeluarkannya tidak menimbulkan kerancuan secara hukum, sehingga akan melahirkan Tuntutan hukum dikemudian hari sebagaimana yang ditegaskan dalam Undang Undang Nomor 51 Tahun 1960 Uraian Nomor 120 yang menerangkan bahwa: Penguasaan dan Penggunaan tanah tanpa ada landasan haknya (ilegal) tidak dibenarkan bahkan diancam dengan sanksi Pidana.
L. Tidak lama setelah Lahirnya UUPA, Indonesia dipegang oleh junta militer yang menyebut dirinya sebagai Orde Baru. Dari sinilah babak awal di khasanah hukum Pertanahan sampai mencapai titik ‘nadir’nya dari pola kebijakan yang dijalankan secara otokratis oleh semua Lembaga Negara tanpa kecuali didalam tubuh institusi Agraria.
Kasus Pertanahan menyeruak menembus hingga dinding terdalam dari dimensi kemanusiaan terutama bila dikaitkan dengan tercabiknya kemurnian keadilan dari produk kebijakan yang lebih benuansa uang, sementara hukum hanyalah sebagai istrumen untuk dipermainkan secara indah khususnya untuk si kuat secara finansial dan pengambil keputusan itu sendiri, alhasil golongan lemah menjadi terpinggirkan.
Seperti yang dijelaskan diatas, Undang Undang Nomor 5 tahun 1967 mulai menunjukan keberpihakan Negara kepada Pemodal besar / pemilik kapital, sementara hak adat dan ulayat menjadi objek penderita. Mengingat dalam UUPA hak Ulayat mendapat tempat sesuai bunyi Pasal 3, namun didalam Undang Undang Nomo5 tahun 1967 dan bahkan penggantinya yang dibuat di Jaman Reformasipun yaitu Undang Undang Nomor 41 tahun 1999 tidak mengakui Hak Ulayat masyarakat Hukum Adat yang secara faktual ada didalam wilayah hutan. Disisi lain hak adat yang berasal dari konversi yang telah menjadi Hak Milik sesuai Ketentuan Ketentuan UUPA, dimentahkan dengan memunculkan Girik, Hak Pakai Lahan, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Milik dsb yang diklaim sebagai Tanah Negara atau bahkan tanah tak bertuan, melalui tangan kekuasaan para pemilik modal antrai dalam satu barisan untuk memanfaatkan peluang mengaduk Undang Undang dalam rangka memperoleh keuntungan sebesar besarnya, tanpa memperdulikan Pihak yang sesungguhnya menjadi Korban kebuasannya.
Dimasa itulah Hak Kepemilikan Kami yang dibeli dua kali dengan pengorbanan yang luar biasa menjadi bagian dari deretan para korban Kebijakan melawan Undang Undang tersebut, upaya hukum senantiasa dihempaskan oleh kolaborasi para pemegang keputusan dengan para Pemodal besar, maupun para penyuap lainnya, kami hanya bisa menyaksikan Lahan milik kami dijarah, dikuasai dan dinikmati Pihak lain, suatu mimpi buruk yang secara nyata mendera alam bathin kami sambil berharap datangnya Dewa Keadilan.
M. Tahun 1997 merupakan akhir dari dinasti Soeharto sebagai pemimpin junta militer, yang dijatuhkan oleh rakyatnya sendiri (people power), tuntutan akan perubahanpun mengemuka seiring dengan tampilnya tokoh tokoh reformis, sesaat rakyat menyaksikan komitmen para pengambil keputusan yang berjanji akan melakukan langkah nyata membenahi sistem birokrasi di semua Lembaga Negara, demikian pula para tokoh politik saling mengumbar janji telah berganti menjadi reformis (muka dan baju), sehingga rakyatpun berharap besar akan perubahan pola kebijakan pemerintah dan Lembaga Tinggi Negara lainnya yang memiliki keberpihakan kepada Rakyat, terutama dikembalikannya hak hak rakyat, yang telah dirampas oleh para penguasa ( oknum pemerintah dan para pemodal srakah ).
Akan tetapi hingga saat ini (sudah 10 tahun) janji itu tinggal janji, tanpa ada perubahan apapun, para penguasa tadi tetap berpesta diatas penderitaan rakyat yang menjadi korbannya, tanpa kecuali Kami Pewaris Harta Peninggalan Njimas Entjeh yang hidup dalam ketidak pastian hukum atas lahan yang dimiliki dengan cucuran keringat dan pengorbanan luar biasa dalam memperoleh Hak Kepemilikannya tersebut.
BEDAH KASUS
Dengan mendalami filosofi pembuatan Undang Undang Pertanahan Indonesia dengan kedalaman materi terhadap:
1. Harus didasarkan Hukum Adat, sebagai unsur kepemilikan atas tanah khas Indonesia
2. Harus menjamin kepastian hukum
3. Tidak mengabaikan kaidah agama
4. Memberi ruang supaya bumi, air dan luar angkasa dapat mencapai fungsinya
dalam membangun masyarakat yang adil dan makmur.
5. Sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia, dan
6. Adanya ketegasan dalam maksud dan tujuan dibuatnya Peraturan itu.
Dan adanya realitas tentang epos kerja para oknum birokrat pertanahan yang keluar dari jiwa dan hakekat kerja yang harus dipertanggung jawabkan atas nama Norma Hukum Positif yang kita anut, terlebih dengan semakin carut marutnya permasalahan tanah yang justru semakin jauh dari roh keadilan, maka kami dengan tekad untuk membangun sikap mental yang lebih bermartabat dan demi ikut membangun Indonesia Raya dari modal keluhuran hati yang sesungguhnya sebagai bangsa yang dikenal santun religius, serta demi mengembalikan hak hak rakyat termasuk hak milik Njimas Entjeh, maka kami mengajak semua pihak untuk melakukan revolusi moral dengan mendudukan supremasi hukum pada proporsi yang tidak keluar dari roh hukum, sehingga kerancuan penerbitan hak kepemilikan yang tidak berkeadilan dapat tercerabut dari akar permasalahannya.
Berangkat dari esensi historis dengan aspek permasalahannya dan dilatar belakangi oleh paradigma hukum yang berkeadilan untuk menuntaskan berbagai permasalahan seperti tersebut diatas, maka upaya hukum kami ini kiranya dapat dijadikan spirit untuk terbenahinya semua pranata dan perubahan perilaku insan hukum di bidang pertanahan, mengingat Kebenaran harus menjadi azas dalam segala kebijakan, oleh karena itu bedah kasus berikut ini akan menjadi atribut sugestif dari pertanggung jawaban moral secara horisontal maupun vertikal, yaitu:
A, Hak Milik atas tanah adalah suatu bentuk pengakuan tertinggi, pernyataan dan sebagai bentuk penyerahan dari otoritas Lembaga Pertanahan Negara yang bertugas melegistimasikan hak pribadi tersebut dengan landasan Peraturan Perundang Undangan yang berlaku, atas sifatnya yang berdimensi kemanusiaan dan bersendikan aturan normatif religius, maka Negara harus menjadi Police State yakni Melindungi jiwa dan hak kepemilikan / kekayaan warganya yang telah dinyatakan syah secara hukum.
Keluarnya produk kebijakan yang telah dikeluarkan dari Pemerintahan sebelumnya menjadi tanggung jawab moral Pemerintahan sesudahnya dan oleh sebab itu bila ada penerbitan hak lain setelah keluarnya pengesahan Hak Milik tersebut jelas Cacat secara Hukum, dan oleh sebab itu harus batal demi hukum karena bertentangan dengan:
1. Amandemen UUD 1945 Pasal 28 H Ayat 4 :
Setiap orang memiliki Hak Pribadi dan Hak Milik tersebut tidak boleh diambil alih oleh siapapun secara sewenang wenang.
2. Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999, tentang Hak Azasi Manusia
Tidak seorangpun dirampas miliknya dengan sewenang wenang dan secara melawan
Hukum
3. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 ( UUPA )
Pasal 20 :
Hak Milik adalah Hak turun temurun, terkuat dan terpadu yang dapat dipunyai
orang atas tanah
Pasal 24 :
Penggunaan tanah milik oleh bukan pemiliknya dibatasi dan diatur dengan Peraturan
Perundangan
4. Peraturan Mendagri Nomor 15 Tahun 1975, Pasal 1 Ayat 5
Apabila masih ada ketidak pastian mengenai Hak atas tanah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 Ayat 1, pada prinsipnya Sertifikat tidak dapat diterbitkan
B. Dalam hubungannya dengan Hak Milik yang mengkait dengan Bukti kepemilikan yang telah kami terangkan tersebut diatas, bahwa terpenuhinya standar hukum yang berlaku baik pada saat kami membeli (pertama) Zaman Pemerintahan Hindia Belanda, maupun Pembelian (kedua) pada tahun 1958 (Pemerintahan Republik Indonesia), merupakan bentuk pengesahan yang memiliki kekuatan hukum absolut / mutlak yang tidak bisa dibantah, Hal tersebut merupakan bentuk konkrit dari pengakuan dan pengesahan, berdasarkan :
1. Ketentuan Ketentuan Konversi Undang Undang Pokok Agraria, Ayat 1 :
Hak Eigendom atas tanah yang ada mulai berlakunya sejak saat tersebut menjadi Hak Milik
2. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.
Penjelasan : Pemilik Girik, Kikitir, Pethuk (Petok) yang dikeluarkan sebelum tahun 1960
bisa mendapatkan Sertifikat dengan cara Konversi, sedangkan girik dan Kikitir, Pethuk
yang dikeluarkan sesudah tahun 1960 harus melalui permohonan hak kepada Sub
DirektoratAgraria Wilayah Kota.
Peraturan tersebut disempurnakan lagi dengan keluarnya,
3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Pasal 24 Ayat 1 : Pembuktian hak hak atas tanah yang sudah ada dan berasal dari
konversi hak hak lama, data yuridisnya dibuktikan dengan alat bukti mengenai adanya
hak tersebut berupa bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan ybs. yang kadar
kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi / Kepala Kantor Pertanahan dianggap cukup
sebagai dasar mendaftar hak, pemegang hak dan hak - hak pihak lain yang
membebaninya
4. Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962
Tentang : Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak Hak Indonesia atas tanah.
Peraturan tersebut diperbaharui lagi dengan keluarnya,
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. SK 26/DDA/1970
Tentang : Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak - Hak Indonesia atas tanah
6. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979
Tentang : Pokok - Pokok Kebijaksanaan dalam Rangka Pemberian Hak baru atas tanah
asal Konversi Hak Barat: Bekas pemegang hak atas tanah Eigendom Verponding
akan diberikan Hak Baru atas tanahnya dimana berdiri Bangunan - Bangunan Milik
bekas Pemegang Hak Eigendom Verponding tersebut
C. Fenomena adanya Hak Milik,Girik, Hak Pakai Lahan, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha dan lainnya yang terbit diatas Hak Milik yang telah disyahkan sebelumnya, sifatnya adalah Cacat Hukum dan Harus Batal Demi Hukum, mengingat tidak didasari oleh pelimpahan Hak Alas dari Pemilik Aslinya yang dilindungi Hukum,dalam bentuk Ganti Untung / Rugi sesuai dengan aturan yuridis yang telah menjadi Standar Hukum yang baku, karena apabila tidak, maka hal tersebut bertentangan dengan,
1. SK Deputy Menteri Kepala Departemen Agraria No. SK. 15/Depag/1966
Tentang : Penetapan pedoman mengenai ganti rugi kepada bekas pemilik tanah partikelir
dan Peruntukan tanahnya.
2.Surat Edaran Dirjen Agraria No. Ba/5/281/5/1969
Tentang : Acara Membebaskan / Melepaskan Hak atas tanah yang akan diminta dengan
Hak lain
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 1975
Tentang : Ketentuan Ketentuan mengenia Tata Cara Pembebasan Tanah
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1976
Tentang : Acara Pembebasan Tanah untuk Kepentingan Pemerintah bagi Pembebasan
tanah oleh swasta
5. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1976.
Tentang : Sinkronisasi Pelaksanaan Keagrariaan dengan Bidang Tugas Kehutanan.
Ketentuan Nomor 3 : Bila Hak Pengusahaan Areal Hutan memerlukan Penutupan Areal
itu, sehingga mengakibatkan Penduduk atau masyarakat hukum setempat tidak dapat
melaksanakan haknya maka pemegang hak pengusahaan hutan harus memberikan Ganti
Rugi.
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977
Tentang : Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak atas Bagian Bagian
Tanah Hak Pengelolaan serta Pendaftarannya.
7. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 593.82 / 5030 / Agr. Tahun 1982
Tentang : Pengolahan / Penyiapan Pemberian Ijin Prinsip dalam rangka Pencadangan
dan Pembebasan Tanah untuk Keperluan Proyek Proyek Pembangunan
8. Surat Dirjen Agraria No. 590 / 4236 / AGR. Tahun 1985
Tentang : Tata Cara Pengadaan Tanah untuk Keperluan Proyek Pembangunan diwilayah
Kecamatan.
9. Surat Edaran Kepala B P N No. 508.2 – 5568-D.III. Tahun 1990, dan
Surat Edaran Kepala B P N No. 580-2-3071. Tahun 1991
Tentang : Pembentukan Tim Pengawasan dan Pengendalian Pembebasan Tanah untuk
Keperluan Swasta
10. Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993
Tentang : Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Pasal 5 ayat 1 : Dasar dan Cara Perhitungan Ganti Kerugian yang layak ditetapkan
atas dasar:
a. Harga tanah yang didasarkan atas nilai nyata atau sebenarnya dengan memperhatikan
nilai objek Pajak Bumi dan Bangunan yang terkhir untuk tanah yang bersangkutan.
b. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggung
jawab di bidang bangunan
c. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggung
jawab di bidang Pertanian
11. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 (Pengganti Kepres No. 55 Tahun 1993)
Tentang : Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
D. Disadari sudah begitu banyaknya korban dari Produk Kebijakan yang kontradiktif dan manipulatif terhadap materi Undang Undang karena terkontaminasi kepentingan sesat ber unsur suap akibat ketidak jelasan sanksi hukuman dan pelaksanaannya kepada para pelanggar Peraturan, maka perbuatan yang melawan hukum berkonotasi fulus untuk menjadi syarat lolosnya produk kebijakan masif tersebut kian meresahkan pencari keadilan, akibat efek jera tidak dijalankan sebagaimana mesthinya, inilah fokus masalah yang memerlukan shock therapy segera, agar Negara ini dapat keluar dari penderitaan panjang selama ini. Untuk itulah Ketegasan semua Pihak terkait dalam hal ini Lembaga Yudikatif harus bertindak tanpa kompromistis / hantam kromo, mengingat Kasus Hukum Pertanahan seharusnya disikapi secara lebih intens karena sudah menjadi persoalan bangsa yang begitu serius.
Produk hukum yang berkenaan dengan sanksi kepada para pelanggar kasus pertanahan dirasakan belum menjawab esensi masalahnya, untuk itu perlu segera disusun rumusan yang jelas dan diperberatnya sanksi hukuman, adapun Peraturan yang melekat kepada pelanggaran hak kepemilikan yang telah dikeluarkan adalah,
1. P e p e r p u No. 011 Tahun 1958 Jo No. 14 Tahun 1958
Tentang : Larangan Pemakaian tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya
2. Undang Undang No. 51 PRP Tahun 1960
Penguasaan dan Penggunaan tanah tanpa ada ada landasan haknya ( ilegal ) tidak
dibenarkan bahkan diancam dengan sanksi pidana.
Pasal 1 : Menduduki, mengerjakan dan / atau menguasai sebidang tanah atau
mempunyai tanaman atau bangunan diatasnya, dengan tidak dipersoalkan apakah
bangunan itu dipergunakan sendiri atau tidak.
Pasal 2 : Dilarang memakai tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya yang syah.
3. Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999
Tidak seorangpun dirampas hak miliknya secara sewenang wenang dan secara melawan
hukum
E. Berkenaan dengan Hak Milik yang mempunyai jiwa dan sifat yang turun temurun, terkuat dan terpadu yang dapat dipunyai orang atas tanah sesuai Pasal 20 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 ( UUPA ), maka berdasarkan Ketetapan Pengadilan Negeri Subang :
1. Nomor 16./ P D T. P / 2006 / P N Subang.
2. Nomor 17 / P D T. P / 2006 / P N Subang.
3. Nomor 21 / P D T. P / 2006 / P N Subang.
Telah menetapkan : M. F a t k h i E s m a r selaku Ahli Waris dari Harta Peninggalan Njimas Entjeh Siti Aminah ( Osah ) alias Mevrau Justina Reigent John Hendry Van Bloomestein / NV. Bloomkring. Dan melalui Lembaga bernama Njimas Entjeh Foundation akan memperjuangkan Pengembalian Hak Kepemilikan yang syah berdasarkan hukum atas Aset Tanah / Lahan yang dimiliki, dengan berpijak pada Azas Keadilan, Hak Azasi Manusia dan Ketentuan Hukum yang berlaku.
Demikianlah Kronologis ini dibuat secara benar untuk mendapatkan perhatian semua Pihak.
Terima kasih
Jakarta, 25 September 2008
Hormat Kami,
Njimas Entjeh Foundation
Drs Pungkas Indio. Akt. SH
Legal Officer
TEMBUSAN Kepada Yth,
1. Bapak / Ibu Ketua Penasehat dan Pembina Njimas Entjeh Foundation
2. Bapak Ketua Umum Njimas Entjeh Foundation
3. Arsip
asset njimas entjeh patut diselamatkan serta diperjuangkan hak-haknya karena memang almarhumah sebagai pemiliknya, setelah wafat tentu asset-assetnya tersebut jatuh kepada ahliwarisnya yang sah bukan kepada anak angkat atau sejenisnya tetapi kepada njimas mimi binti mas takarama selaku ahliwaris yang sah, jadi jangan ada kerancuan dari yang berhak atas asset-asset peninggalan njimas entjeh alias osah binti mas takarama
BalasHapusBENAR SEKALI BOS = HARTA PENINGGALAN OSAH =
HapusHARUS JATUH KE YANG BENAR2 HAK / AHLI WARIS
KALAU MEMANG ADA,,,, KALAU TIDAK DIKETAHUI KEBERADAAN AHLI WARIS YANG BENAR2 ADA ALIRAN DARAH NYI MAS ENTJEH // OSAH
KASIHKAN SAJA KE AHLI WARIS YANG BERJASA MENDIDIK DAN MEMBESARKAN OSAH ,,,,,, ?????
HARTA BERAT TANGGUNGJAWABNYA DI HADAPAN TUHAN, BISA JADI RANTAI YANG PANAS MELILIT BADAN KITA,,, IH NGERI
saya ingin bertanya..
BalasHapussebenarnya siapa itu hj zainal asikin?
dan siapa muhamad fatkhi esmar?
dan nama bapak mastakarama dan nama ibu njimas enam siapa??
yang saya ketahui bahwa orang tua dari nyimas entjeh al-osah binti siti aminah yaitu ibu juag enok hj siti aminah yang meninggal tahun 1935 dan bapaknya bernama hj. syukur yang meninggal pada tahun 1922.
nyimas entjeh al-osah binti siti aminah mempunyai ahli waris yang bernama raden ayu onah bin asdari, raden engkos sukirman bin raden sumanta kartadireja, raden eko sukmana bin raden sumanta kartadireja,raden edi junaedi bin raden sumanta kartadireja.
raden sumanta kartadireja merupakan anak angkat dari nyimas entjeh (osah) dan mempunyai istri bernama ibu supli yang meninggal tahun 1943. jadi anak angkat dari osah adalah raden sumanta. dan raden sumanta memiliki 4 orang anak. salah satu anaknya yang masih hidup yaitu raden eko sukmana yang kini masih hidup berserta dokumen" lengkap semua.
jika ada kesalahan dari keterangan yang saya tulis ini, mohon maaf...terimakasih
SAYA HANYA INGIN TAU SAJA
Hapusmengenai hal sepele tapi bisa menentukan 100% AHLI WARIS HAJAH NYI MAS ENTJEH yang benar2 ahli waris///
bukan AHLI WARIS ASPAL = YAITU ORANG yang tau sejarah dan menjadi pembantu SEMASA OSAH masih hidup // Orang yang memanpaatkan POWER di PEMERINTAHAN
pertanyaan saya
1. SIAPA YANG MENDIDIK DAN MEMBESARKAN OSAH???
2. SIAPA YANG MEMBERI NAMA OSAH ????
. KALAU MEMANG AHLI WARIS YANG SAH ///// PASTI TAU dengan mudah menjawab pertanyaan saya
Mohon Informasi, apakah ada nama-nama di bawah ini yang termasuk pengurus yayasan :
BalasHapus1. RA. Wiganda
2. Umar setiawan
3. Alipudin
4. Cahyono
Dia bergerak minta dana atas nama yayasan YKB NYIMAS ENTJEH SITI AMINAH(OSAH)dengan imbalan dapat tanah garapan di Indramayu.
Mungkin ini sama dengan YAMISA & AMALLILLAH, mau bagi bagi duit sudah 12 tahun nyatanya NOL BESAR
semua cacad, tidak berdasarkan fakta !!!
BalasHapushe he he.... emang benar yang namanya ahli waris minimal ada poto dari masa kecil nyampe dewasa bahkan nyampe tua... tolong pajangin potonya BOS
Hapusya,sungguh dilemanya phk bpn maupun balai harta hrs memberi penjelasan yang benar dan sah atas dokumen kepemilikan tsb,segera siarkanlah kebenarannya.lihat arsip di belanda jg msh lengkap
BalasHapusmohon para pembeli tanah banyak yg mengaku tuan tanah hampir 98 persen beredar dijakarta itu para penipu mrk perlihatkan dokumen yg mrk rekayasa dan sangat rapi dan buat kt jadi terpengaruh atas taktik mereka ...penipu... penipu... peipu...BodongLo
BalasHapusOrang goblok percaya sama bualan macam begini..seandainya benar orang/yayasan ini ahli waris almarhumah Justina Reigent, apakah segampang itu menggugat orang2x/perusahaan2x/atau bahkan pemerintah yg menempati tanah itu sekarang berikut dengan dokumen yg sah dikeluarkan negara (BPN/Pengadilan)..kira2x berapa waktu dan dana yg dibutuhkan para ahli waris untuk meng-eksekusi lahan2x tersebut..?? PIKIR DENGAN AKAL SEHAT+LOGIKA DONG..!!
BalasHapusBanyak yang mengaku-ngaku dengan berbagai macam surat dan kekuatan hukum lainnya.Padahal semuanya bullshit. Harta dunia menggiurkan para pemain tanah buat mengambil keuntungan lebih. Klo anda ahli waris sebenarnya,berikan bukti yang konkrit, silsilah keturunan. Tidak hanya sekedar narasi yang bisa menipu siapa saja.
BalasHapusNama Saya R. Arrez Hudaya Purawiraja cucu dari salah satu ahli waris berdasar salinan putusan/penetapan no 27/87 tanggal 29-3-1987 pengadilan agama Bandung, Anak dari ahli waris berdasar penetapan no 1035/pdt.P/2011/PA.Bdg http://putusan.mahkamahagung.go.id/main/pencarian/?q=1035%2Fpdt.P%2F2011%2FPA.Bdg
BalasHapusSelain itu kami punya bukti tertulis dan silsilah yang telah dilegalisasi kedutaan besar Belanda, Kementerian Luar Negeri, Notaris Bogor, kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Apabila ada yang ingin melihat langsung bukti-bukti tersebut bisa contact saya di 0815-8210220 email arrez.purawiraja@yahoo.co.id
Dikarenakan peninggalan Verponding Nyimas Entjeh tidak berada di tangan kami ahli waris yang syah berdasar hukum maka peninggalan tsb akan direncanakan dilaporkan sebagai barang hilang sehingga tidak dapat dipergunakan lagi.
Terima kasih
Arrez
Koreksi Diri Sebelum Ajal Tiba
BalasHapusHimbauan untuk keselamatan, pada penggarap tanah-tanah perponding maupun tanah-tanah yang digarap yang dianggap tidak bertuan padahal masih ada yang berhak selaku ahliwarisnya karena sekarang bermunculan sekelompok-sekelompok yang menghalalkan segala cara, diantaranya mereka mengaku sebagain ahli waris Nyimas Entjeh Siti Aminah sewaktu kecil dipangil Osah J.H. Van Blommestein alm. Ini satu kelompok atau satu kepala keluarga dari satu ibu satu anak menantu dan cucunya masing-masing mempunyai penetapan waris dari pengadilan agama baik pengadilan Cimahi sampai kepengadilan Subang. Adalagi bekas kuasa setelah dicabut kuasanya sekarang mengaku sebagai pewaris tunggal yang aneh bin ajaib mengaku mendapat hibah dari nyimas entjeh surat hibah tersebut ditandatangani langsung oleh nyimas entjeh dan ditandatangani oleh suaminya J.H. Van Blommestein sebagai saksi pada tahun 1933 didalam kubur ajaib bukan? Karena J.H. Van Blommestein meninggal 1927 dalam usia 76 tahun kelompok ini akan menghibahkan tanah-tanah tersebut diatas kepada penggarap secara bersyarat. Disinilah para penggarap harus hati-hati dan waspada jangan sampai terpancing oleh rayuan-rayuan yang dapat merugikan para penggarap masing-masing, nah disinilah yang disebut menghalalkan segala cara itu. Tanah yang bukan Haknya kenapa ditawar-tawarkan dan dihibah-hibahkan aneh bukan! Kalau bapak-bapak Ibu-ibu yang menggarap tanah tersebut diatas bila ingin tau riwayat dan sejarahnya kepemilikan tanah-tanah tersebut diatas, nah ini wajah orang-orangnya:
Lahir di cipaganti bandung tahun 1929 dan pada tahun 1960 hijrah dan berdomisili di Cianjur hubungi No Hp: 081806444345
Waspadalah terimakasih
Adang effendi
hahahah termasuk anda juga adang efendi dulu anda di kuasakan sekarang jadi ahli waris...maling teriak maling
Hapus